PARIS - AFGHANISTAN
Perjalanan hidup manusia sungguh menyimpan banyak misteri. Di tengah keluarga sederhana di pedalaman Afghanistan, gadis Perancis itu menikmati hidupnya. Ia memilih hidup di Afghanistan yang gersang dan terik di musim panas, dan membeku di musim dingin, dan rela meninggakan kota kelahirannya, Paris, yang gemerlapan. Adakah gadis itu sedang frustasi?
Fabian, gadis Perancis yang sekarang berhijab itu sungguh tidak sedang frustasi. Ia justru sedang memulai kehidupannya sebagai muslimah sejati. Mungkin sulit untuk dipahami, tapi demikianlah, Fabian, mantan top model Perancis itu memilih jalan hidupnya dengan kesadaran yang tulus ikhlas. Ketika berumur 28 tahun, ia memutuskan untuk merubah jalan hidupnya dengan meninggalkan glamour-nya dunia mode dan kamera, merambah jalan baru di bawah bimbingan Ilahi Robbi.
Fabian menuturkan perjalanan panjang hidupnya, mulai dari sentuhan pertamanya dengan dunia mode hingga memilih tinggal di Afghanistan, berdampingan dengan keluarga para mujahidin. "Kalau bukan karena rahmat Allah, pasti hidupku seluruhnya akan lenyap dalam rimba kemaksiatan." Fabian memulai penuturannya, "sebuah rimba yang menjadikan manusia lebih bejat dari pada hewan, yang hanya berfikir untuk memuaskan keinginan dan nafsunya, tanpa dituntun oleh nilai kemanusiaan yang luhur."
"Semula aku merasa jalan di depanku terbentang lebar.Dengan singkat dapat kunikmati bagaimana rasanya menjadi orang terkenal. Hadiah-hadiah yang tak pernah kuimpikan sebelumnya, datang bak air bah ... tapi, untuk itu semua, aku harus membayar dengan harga yang teramat sangat mahal."
"Pertama-tama, aku harus membebaskan diriku dari semua harkat kemanusiaanku, karena syarat utama untuk meraih popularitas adalah membuang seluruh naluri kewanitaanku. Aku harus mencampakkan rasa maluku. Dan lebih dari itu semua, aku juga harus membuang jauh perasaan terhadap makhluk manusia; aku tidak boleh mencinta, tidak boleh membenci dan tidak boleh menolak tawaran apa saja."
Penuturan di atas jelas terlahir dari kejujuran nurani. Ia mengaku karena benar merasakannya. Dan ketika ia mengaku, ia jujur dalam pengakuannya. Titik awal perjalanan manusia kembali kepada Khaliqnya, sesungguhnya berasal dari sana, dari keterbukaan, dari kejujuran manusia itu sendiri terhadap nuraninya sendiri, karena nurani itu hanya mempunyai satu karakter: kejujuran fitrah.
"Dunia model telah merubah diriku menjadi seonggok patung yang bekerja hanya untuk satu tujuan, mempermainkan hati dan pikiran orang lain. Dari situ, aku belajar bagaimana menjadi seorang yang dingin, keras hati, congkak tapi kosong dari dalam. Aku hanya bangkai yang berhias pakaian indah, benda mati yang tersenyum, tapi tak pernah merasa tersenyum. Semakin berani seorang model menanggalkan harkat kemanusiaannya, semakin populerlah ia di tengah dunia mode yang begitu dingin dan keras. Jika ia mencoba untuk menolak aturan-aturan yang berlaku, ia harus siap menerima berbagai hukuman dan siksaan, baik mental maupun fisik."
Begitulah Fabian, mantan model Paris itu, menuturkan pengakuannya setelah ia memeluk Islam dan meninggalkan belantara dunia mode yang glamour, dingin dan keras. Pengakuannya sederhana, tapi jelas dan tegas, bagai cermin jernih memantulkan keindahan, karena lahir dari perpaduan antara kejujuran fitrah manusia dengan kebenaran hidayah Allah. Kini Fabian menikmati hidupnya di pedalaman Afghanistan. Barangkali itu merupakan suatu pilihan yang ekstrim, tapi jika di bumi para syuhada itu ia menemukan mata air kehidupan yang hakiki, maka biarkanlah sekali ini, iman mementukan pilihannya. Sebab di sana, tangan fitrah melukiskan wanita sebagai kuntum-kuntum yang menyembunyikan sarinya di balik kelopaknya, lalu iman pun meniupnya, maka jadilah ia bunga-bunga yang mekar, yang menyebarkan semerbak wangi syuhada di taman kehidupan.
[dikutip dari Majalah Sabili No.8/IV Jumadil Awwal 1412 dengan pengeditan seperlunya]
0 Tanggapan untuk "PARIS - AFGHANISTAN"
Post a Comment