Mushab bin Umair: Utusan Sang Utusan
Masyarakat Yastrib yang terdiri dari berbagai suku, selalu dalam kondisi terpecah dan saling curiga, ditambah dengan intrik-intrik Yahudi yang selalu meniupkan rasa permusuhan di antara mereka. Saat itu opini umum, jalur ekonomi dan politik dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Sistem riba yang diterapkan Yahudi sangat mengganggu roda perekonomian, dimana kesenjangan antara kaya dan miskin teramat kentara. Keadaan diperparah dengan kepercayaan tradisi leluhur dan animisme yang membelenggu cara berpikir masyarakat.
Maka penduduk muslimin Yastrib yang masih sedikit jumlahnya memutuskan untuk mengirimkan delegasi menghadap Rasulullah, meminta agar beliau mengirimkan seorang da'i dan instruktur ke Yastrib. Beliau mengabulkan permohonan delegasi Yastrib dengan menunjuk Mush'ab al-Khair bin 'Umair RA. Tentunya bukan tanpa alasan Rasulullah memilih pemuda pendiam yang satu ini. Ia adalah kader Rasulullah hasil binaan dan tempaan madrasah Arqam bin Arqam.
Mush'ab menerima tugas yang diamanahkan Rasulullah ke atas pundaknya. Jadilah ia seorang utusan dari Sang Utusan. Sesampainya di Yastrib, Mush'ab bersama para naqib (pimpinan kelompok) segera merencanakan langkah-langkah da'wah yang akan mereka lakukan. Untuk menghindari benturan langsung dengan masyarakat Yahudi, yang saat itu sangat geram karena mengetahui bahwa Nabi Terakhir ternyata bukan dari kalangan mereka, Mush'ab menetapkan untuk mempergunakan taktik da'wah secara sirriyyah (diam-diam). Disamping itu, ditetapkan untuk mempertinggi intensitas da'wah kepada beberapa kabilah, terutama Aus dan Khajraj, karena kedua kabilah ini dinilai sangat potensial dan merupakan kunci dalam memudahkan jalan da'wah.
Mush'ab bin Umair berda'wah tanpa membagi-bagikan roti, nasi atau jampi-jampi. Ia meyakini Islam ini adalah dinul-haq, dan harus disampaikan dengan haq (benar) pula, bukan dengan bujukan atau paksaan. Mush'ab terkenal sangat lembut namun tegas dalam menyampaikan da'wahnya, termasuk ketika ia diancam dengan pedang oleh Usaid bin Khudzair dan Sa'ad bin Muadz, dua pemuka Bani Abdil Asyhal. Dengan tenang, Mush'ab berkata: "Mengapa anda tidak duduk dulu bersama kami untuk mendengarkan apa yang saya sampaikan? Bila tertarik, alhamdulillah, bila tidak, kami pun tidak akan memaksakan apa-apa yang tidak kalian sukai." Keduanya terdiam dan menerima tawaran Mush'ab, duduk mendengarkan apa yang dikatakannya. Mereka ternyata tidak hanya sekedar tertarik, dengan seketika keduanya bersyahadat, bahkan mereka kembali kepada kelompoknya dan mengajak mereka semua memeluk Islam.
Demikianlah, satu persatu kabilah-kabilah di Yastrib menerima Islam. Hampir semua anggota kedua kabilah besar: Aus dan Khajraj, mau dan mampu menerima Islam. Gaya hidup terasa mulai berubah di Yastrib. Lingkaran jama'ah muslim semakin melebar, hampir di setiap perkampungan ditemui halaqah-halaqah Al-Qur'an. Potensi ummat telah tergalang. Mush'ab semakin menggiatkan aktifitas da'wahnya, serta mempersiapkan kondisi bila sewaktu-waktu Rasulullah dan muslimin Makkah berhijrah ke Yastrib.
Penerapan nilai-nilai Islam di Yastrib berjalan mulus, murni dan konsekuen. Kaum Yahudi tidak banyak berbicara, mereka melihat kekuatan muslimin yang semakin besar, sulit untuk dipecah. Singkatnya, saat itu, kota Yastrib dan mayoritas penduduknya telah siap secara aqidah dan siyasah (politik). Mereka dengan antusias menantikan kedatangan Rasulullah dan muslimin Makkah.
Akhirnya, sampailah para muhajirrin dari Makkah di Yastrib, yang diganti namanya menjadi Madinatun-Nabi, kartinya Kota Nabi, disingkat Madinah. Islam berkembang semakin luas dan kuat. Mush'ab mendapatkan syahidnya di medan pertempuran Uhud dalam usia belum lagi 40 tahun.. Rasulullah sangat terharu sampai menitikkan air mata ketika melihat jenazah Mush'ab. Rasulullah membaca QS. Al-Ahzab:23, “Sebagian mu'min ada yang telah menepati janji mereka kepada Allah, sebagian mereka mati syahid, sebagian lainnya masih menunggu, dan mereka memang tidak pernah mengingkari janji”. Semoga Allah merahmati Mush'ab al-Khair bin 'Umair Ra. Wallahu a’lam bishshawab.
Maka penduduk muslimin Yastrib yang masih sedikit jumlahnya memutuskan untuk mengirimkan delegasi menghadap Rasulullah, meminta agar beliau mengirimkan seorang da'i dan instruktur ke Yastrib. Beliau mengabulkan permohonan delegasi Yastrib dengan menunjuk Mush'ab al-Khair bin 'Umair RA. Tentunya bukan tanpa alasan Rasulullah memilih pemuda pendiam yang satu ini. Ia adalah kader Rasulullah hasil binaan dan tempaan madrasah Arqam bin Arqam.
Mush'ab menerima tugas yang diamanahkan Rasulullah ke atas pundaknya. Jadilah ia seorang utusan dari Sang Utusan. Sesampainya di Yastrib, Mush'ab bersama para naqib (pimpinan kelompok) segera merencanakan langkah-langkah da'wah yang akan mereka lakukan. Untuk menghindari benturan langsung dengan masyarakat Yahudi, yang saat itu sangat geram karena mengetahui bahwa Nabi Terakhir ternyata bukan dari kalangan mereka, Mush'ab menetapkan untuk mempergunakan taktik da'wah secara sirriyyah (diam-diam). Disamping itu, ditetapkan untuk mempertinggi intensitas da'wah kepada beberapa kabilah, terutama Aus dan Khajraj, karena kedua kabilah ini dinilai sangat potensial dan merupakan kunci dalam memudahkan jalan da'wah.
Mush'ab bin Umair berda'wah tanpa membagi-bagikan roti, nasi atau jampi-jampi. Ia meyakini Islam ini adalah dinul-haq, dan harus disampaikan dengan haq (benar) pula, bukan dengan bujukan atau paksaan. Mush'ab terkenal sangat lembut namun tegas dalam menyampaikan da'wahnya, termasuk ketika ia diancam dengan pedang oleh Usaid bin Khudzair dan Sa'ad bin Muadz, dua pemuka Bani Abdil Asyhal. Dengan tenang, Mush'ab berkata: "Mengapa anda tidak duduk dulu bersama kami untuk mendengarkan apa yang saya sampaikan? Bila tertarik, alhamdulillah, bila tidak, kami pun tidak akan memaksakan apa-apa yang tidak kalian sukai." Keduanya terdiam dan menerima tawaran Mush'ab, duduk mendengarkan apa yang dikatakannya. Mereka ternyata tidak hanya sekedar tertarik, dengan seketika keduanya bersyahadat, bahkan mereka kembali kepada kelompoknya dan mengajak mereka semua memeluk Islam.
Demikianlah, satu persatu kabilah-kabilah di Yastrib menerima Islam. Hampir semua anggota kedua kabilah besar: Aus dan Khajraj, mau dan mampu menerima Islam. Gaya hidup terasa mulai berubah di Yastrib. Lingkaran jama'ah muslim semakin melebar, hampir di setiap perkampungan ditemui halaqah-halaqah Al-Qur'an. Potensi ummat telah tergalang. Mush'ab semakin menggiatkan aktifitas da'wahnya, serta mempersiapkan kondisi bila sewaktu-waktu Rasulullah dan muslimin Makkah berhijrah ke Yastrib.
Penerapan nilai-nilai Islam di Yastrib berjalan mulus, murni dan konsekuen. Kaum Yahudi tidak banyak berbicara, mereka melihat kekuatan muslimin yang semakin besar, sulit untuk dipecah. Singkatnya, saat itu, kota Yastrib dan mayoritas penduduknya telah siap secara aqidah dan siyasah (politik). Mereka dengan antusias menantikan kedatangan Rasulullah dan muslimin Makkah.
Akhirnya, sampailah para muhajirrin dari Makkah di Yastrib, yang diganti namanya menjadi Madinatun-Nabi, kartinya Kota Nabi, disingkat Madinah. Islam berkembang semakin luas dan kuat. Mush'ab mendapatkan syahidnya di medan pertempuran Uhud dalam usia belum lagi 40 tahun.. Rasulullah sangat terharu sampai menitikkan air mata ketika melihat jenazah Mush'ab. Rasulullah membaca QS. Al-Ahzab:23, “Sebagian mu'min ada yang telah menepati janji mereka kepada Allah, sebagian mereka mati syahid, sebagian lainnya masih menunggu, dan mereka memang tidak pernah mengingkari janji”. Semoga Allah merahmati Mush'ab al-Khair bin 'Umair Ra. Wallahu a’lam bishshawab.
0 Tanggapan untuk "Mushab bin Umair: Utusan Sang Utusan"
Post a Comment