Menyingkap Kabut, Menatap Singgasana
Setiap manusia terlahir ke bumi tanpa tahu siapa dirinya, dan siapa
pula bumi yang dihuninya, apalagi jagat raya mahaluas yang melingkupinya. Jagat
raya berisi sekitar 300 miliar galaksi. Salah satu dari galaksi ini adalah
Galaksi Bima Sakti, yang terdiri atas sekitar 250 miliar bintang. Matahari kita
hanyalah salah satu dari bermiliar bintang ini. Begitulah, masih terdapat lebih
banyak bintang di jagat raya daripada butiran pasir di seluruh pantai di bumi,
dan Matahari kita hanyalah salah satu butiran pasir ini. Bumi tempat tinggal
kita tidaklah lebih besar dari sebutir pasir tersebut. Sedangkan manusia,
makhluk kecil penghuni bumi, ia bukanlah apa-apa di dalam jagat raya mahaluas
ini.
Dari segi ukurannya, manusia bak sebutir debu di padang pasir nan
luas, sesuatu yang tak berarti dalam alam semesta tak bertepi. Dilihat dari
kekuatannya, manusia pun makhluk yang teramat lemah, jauh lebih lemah dari
kekuatan alam ini. Dari virus tak kasat mata yang mampu menjadikannya sakit tak
berdaya; hingga hujan, gunung dan gempa bumi yang dapat melenyapkannya dari muka
bumi. Begitulah, kehidupan manusia seolah tak berarti jika dilihat dari ukuran
dan kekuatannya, dibandingkan dengan ukuran alam semesta dan kedahsyatan
peristiwa alam.
Namun, benarkah hidup manusia tanpa arti? Jika makna hidup memang tiada, mengapa manusia perlu ada? Jika mata yang melihat pemandangan, telinga yang mendengar suara, lidah yang mengecap rasa, dan kulit yang meraba benda ini tidak memiliki makna apa pun, lalu untuk apa semua ini ada? Mengapa manusia mesti hidup di muka bumi jikalau pada akhirnya semua mereka kan pasti sirna, terhempaskan oleh penyakit mematikan, usia senja, kecelakaan, gempa bumi, letusan gunung, serta dahsyatnya kekuatan alam lainnya yang menerpa mereka? Mengapa manusia mesti hadir di dunia, mengapa mereka mesti hidup, menderita, tertawa, bahagia, dan akhirnya harus mati...??? Apakah semua ini ada artinya ???
Namun, benarkah hidup manusia tanpa arti? Jika makna hidup memang tiada, mengapa manusia perlu ada? Jika mata yang melihat pemandangan, telinga yang mendengar suara, lidah yang mengecap rasa, dan kulit yang meraba benda ini tidak memiliki makna apa pun, lalu untuk apa semua ini ada? Mengapa manusia mesti hidup di muka bumi jikalau pada akhirnya semua mereka kan pasti sirna, terhempaskan oleh penyakit mematikan, usia senja, kecelakaan, gempa bumi, letusan gunung, serta dahsyatnya kekuatan alam lainnya yang menerpa mereka? Mengapa manusia mesti hadir di dunia, mengapa mereka mesti hidup, menderita, tertawa, bahagia, dan akhirnya harus mati...??? Apakah semua ini ada artinya ???
Benar, semua ini nyaris tanpa arti jika kita pahami sebatas pada ukuran dan kekuatan manusia, sebab banyak makhluk atau benda di alam ini yang jauh lebih berarti, jauh lebih besar dan jauh lebih dahsyat dari manusia. Namun sesuatu telah memiliki arti karena keberadaannya, sebab untuk apa menanyakan makna atau arti sesuatu yang tidak pernah ada? Ketika arti keberadaan sesuatu telah kita pahami, maka ukuran, kekuatan, kedahsyatan dan segala ciri yang lain pun akan tampak bermakna di hadapan kita. Begitulah, keberadaan manusia memunculkan makna keberadaan serta kehidupan manusia itu sendiri. Sebagaimana keberadaan alam semesta beserta segala isi dan kedahsyatannya yang pastilah mendorong kita juga bertanya akan arti keberadaannya.
Yang pasti, kesempurnaan dan kehebatan seluruh makhluk hidup dan
tak hidup di alam ini mengatakan kepada akal dan hati nurani manusia akan satu
hal: semua mereka diciptakan dengan tujuan yang pasti dan benar. Dan tujuan itu
adalah agar manusia yang berakal dan bernurani ini mampu menyibak misteri alam,
termasuk dirinya sendiri. Menguak kesempurnaan, keajaiban, kehebatan, kekuatan,
dan kedahsyatan fenomena alam hingga terpampang di pelupuk matanya suatu
kebenaran yang pasti, yakni bahwa semua ini ada karena diciptakan dengan makna
dan tujuan yang pasti; hingga tersingkaplah kabut kebodohan dan kejumudan yang
selama ini menutup mata hatinya, sehingga ia dengan jelas mampu menatap
keberadaan singgasana sang Pencipta. Dialah Allah, Penguasa dan Pemilik Kekuatan
di balik keajaiban dan kedahsyatan fenomena alam ini, yang semuanya
diciptakan-Nya agar manusia mampu mengenal keberadaan dan sifat-sifat-Nya. Lebih
dari itu, alam ini dicipta agar manusia senantiasa mengingat akan keagungan
Pencipta-Nya dan kelemahan dirinya; agar menjadi sarana yang menjadikannya hamba
yang bertaqwa.
Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang
Empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah:
“Maka apakah kamu tidak bertakwa?” (QS. Al Mu’minuun, 23:84-87)
0 Tanggapan untuk "Menyingkap Kabut, Menatap Singgasana"
Post a Comment