Sudah Terujikah Iman Kita
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا
رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ
تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،
وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin jamaah Jum’at yang
berbahagia!
Pada
kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam
surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang
mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa
salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah
Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan
kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul
bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta
tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan
sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti
yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di
antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka
apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah
manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari
Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.”
Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Hadirin jamaah Jum’at
yang berbahagia!
Bila kita
sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki
yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus
menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah
kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada
kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan
sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah
kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa
malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang
dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan
kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ
قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ
أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى
مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ.
(رواه البخاري).
... Sungguh telah terjadi
kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi
(sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya,
akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya,
dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah
dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya...
(HR.
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7
hal. 202).
Cobalah kita
renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? cobaan
apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita
korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan
perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu
dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam
memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga
mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu. Rasanya
iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan
dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari
Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun belum ada?
Hadirin sidang Jum’at
yang dimuliakan Allah!
Ujian yang
diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian
dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian yang
telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang
pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti
perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang
sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin
tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat
dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini
ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini
kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar
sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah
yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang
dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah
pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang
dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berharga
bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan
dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi
kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak melaksanakannya.
Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk
mengenakan jilbab (pakaian yang menutup seluruh aurat) secara tegas untuk
membedakan antara wanita Muslimah dan wanita musyrikah sebagaimana firmanNya:
Hai Nabi
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang Mumin” “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita
lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya tidak mau
memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan, tidak
modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya bangsa Arab. Ini
pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para wanita yang tidak mau memakai
jilbab dalam sabdanya:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ
النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ
يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ
مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا. (رواه مسلم).
“Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku
lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu
mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang
berlenggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti punuk unta,
mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh
An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua:
Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi
pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri
seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah
sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan
itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam
membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan
itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini
artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi
Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di
zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran
merebak di mana-mana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah
berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku
sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi
barang biasa bagi para pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah
penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam dari
sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun
sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat
setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan semakin banyaknya
media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik
dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual
para remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu
ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap
siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang
kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada
siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi
perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ
اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ
امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ... (متفق
عليه).
“Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam
lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain perlindunganNya, .. dan
seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu
ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan
Fathul Bari cet. Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh
An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang
ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan
orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam
yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada
sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain
hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk biaya
pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya
meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan
nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada
saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub
ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan
kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan
ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk menghantamkan
kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk
meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam
dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52). Begitulah ujian Allah
kepada NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara
merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayub
Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa
menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman
seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual
iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus sarimi, karena
tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila
dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.
Sidang jamaah rahima
kumullah
Yang
keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak
menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa
salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup
menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan
berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang
dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat
untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam
beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika
kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam
untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang
membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan
penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah
Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa
yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami
oleh Yasir z dan
istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah selama
periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai
baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan matahari, kemudian
diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu
anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh
An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).
Dan masih
banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan
mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak
sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus
berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang
dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang akibat
kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di
sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di daerah-daerah
lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana ketahanan iman
mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin.
Sungguh menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim
terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang,
bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain,
tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ,
tidak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4
sampai 8:
“Binasa
dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan
dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka
menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan
mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang
Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa
seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak,
selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah
ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a
mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan
iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat
Islam yang berada di daerah lain, bisa mengambil pelajaran dari berbagai
peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir dan selalu
berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk berkorban
dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan
Allah akan datang kepada kita, firman Allah.
“Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ
بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ
بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ
بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ
وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ
إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ
اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ
إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا
وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ
قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا
بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ
عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
0 Tanggapan untuk "Sudah Terujikah Iman Kita"
Post a Comment