Masa Kejayaan Islam: Periode Klasik Dinasti Umayyah (Bag.2)
A. Berdirinya Dinasti Umayyah di Andalusia
1. Andalusia Sebelum Masuknya Islam
Andalusia atau Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) termasuk selatan Perancis sekarang) . Andalusia yang semula bernama Vandal pada abad ke-2 sampai ke-5 Masehi merupakan wilayah kekuasaan Romawi, tapi kemudian ditaklukan oleh bangsa Vandal pada awal abad ke-5 Masehi. Setelah itu datanglah bangsa Gothia ke Andalusia memerangi bangsa Vandal dan menguasai Andalusia. Pada Awalnya bangsa Gothia ini kuat sekali tapi kemudian banyak perpecahan dan menyebabkan kemunduran kerajaan itu. Kemudian setelah Witiza, Raja Gothia meninggal digantikan oleh Roderick. Kenaikan Roderick ini tidak disukai oleh putra Witiza, dan untuk merebut kekuasaan mereka bekerja sama dengan Graf Julian yang meminta bantuan pada Musa bin Nushair, Gubernur Muawiyah di Afrika. Musa kemudian minta ijin pada Khalifah Walid bin Abdul Malik yang berkedudukan di Damascus, dan segera dikirmlah pasukan sebanyak 500 orang dibawah pimpinan Tharif bin Malik untuk menyerbu Spanyol. Setelah kemenangan pasukan ini, Musa mengirimkan pasukan gerak cepat di bawah komando Thariq bin Ziyad, yang kemudian terkenal dengan selat Gibraltar atau Jabal Thariq.
Mendengar kemenangan Thariq, Musa akhirnya tertarik untuk melakukan penyerangan terhadap Spanyol. Jika Thariq menaklukan kota bagian barat maka Musa menaklukan bagian timur seperti Sevilla, Marida, dan Toledo. Dan setelah keduanya bergabung mereka menaklukan Aragon, Castilia, Katalona, Saragosa dan Barcelona hingga ke pegunungan Pyrenia. Hingga akhirnya Musa wafat di penjara akibat korban sepucuk surat.
2. Berkembangnya Islam di Andalusia
Setelah Itu Andalusia mulai ditaklukan oleh umat Islam pada zaman khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), dimana tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara ini terjadi pada masa Abdul Malik bin Marwan (685-705 M), dimana dia mengangkat Hasan bin Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Selanjutnya dalam proses penaklukan Spanyol ini terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa yaitu Tharif bin Malik, Tariq bin Ziyad, dan Musa bin Nushair. Pada masa ini, Hasan bin Nu’man sudah digantikan oleh Musa bin Nushair, yang kemudian memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Sedangkan penaklukan atas wilayah Afrika Utara ini, dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid bin Abdul-Malik). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Visigoth dari rumpun Goth. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Bani Umayyah. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Al-Andalus.
Tharif ibn Malik dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik, ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian mantan penguasa wilayah Septah. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif ibn Malik ini serta adanya kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigoth yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa bin Nushair pada tahun 711 M mengirimkan lagi pasukan ke Al-Andalus sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad.
Tariq bin Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Moor yang didukung oleh Musa bin Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Walid bin Abdul-Malik. Pasukan ini kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad, dan menguasai sebuah gunung dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq), kemudian di daerah ini membuat pertahanan serta tempat menyiapkan pasukan untuk memulai penaklukan. Dalam pertempuran yang dikenal dengan Pertempuran Guadalete, Raja Roderic dapat dikalahkan. Dari situ Thariq bin Ziyad dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota Visigoth saat itu). Sebelumnya Tariq bin Ziyad menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa bin Nushair di Afrika Utara, yang kemudian mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Tariq bin Ziyad seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Goth yang jauh lebih besar, 100.000 orang.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa bin Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan tersebut. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa bin Nushair berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth lainnya, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Tariq bin Ziyad di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordreu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours. Akan tetapi, di antara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia. Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.
Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. Berkenaan dengan itu Amer Ali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakkan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya, dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol masih berada di bawah pemerintahan Romawi (Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam. Awal kehancuran kerajaan Ghoth adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan MusaRahimahumullah.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokon-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
Setelah jatuhnya wilayah Andalusia ke tangan pemerintahan Dinasti Umayyah, diperkirakan terdapat enam orang gubernur yang bertugas mewakili pemerintahan Umayyah di Damaskus, mereka adalah:
- Abdul Aziz bin Musa bin Nushair. Berkuasa selama 2 tahun (715-717 M). Pada masa ini dapat dikuasai beberapa wilayah seperti Evora, Santarem, Cainbra, Malaga, dan Ellira.
- Ayub bin Habib. Pada masa pemerintahannya Cordova dijadikan sebagai pusat pemerintahan.
- Al-Harun bin Abdurrahman al-Tsafiqi (716-719 M)
- Saman bin Malik Al-Chaulany (719-721 M)
- Anbasah (723-726 M). Pada masa pemerintahannya ia berhasil menguasai wilayah Gallia, Setpimia dan terus ke lembah sungai Rhone.
- Abdul Rahman al-Ghafiqi (730 M). Pada masa ini ia dapat menguasai Hertongdom dan Aquitania yang termasuk wilayah kekuasaan Prancis.
B. Pendiri Dinasti Umayyah di Cordova
Ketika Dinasti Abbasiyah berkuasa, banyak pemuka yang mendukung pemerintahan Daulah Umayyah dan bani Umayyah dikejar-kejar serta ditangkap. Salah seorang yang selamat dari kejaran para pendukung Dinasti Bani Abbas adalah Abdurrrahman. Melalui Palestina dan Afrika Utara, ia berhasil memasuki wilayah Andalusia. Keberhasilannya tidak dicapai dengan mudah tetapi melalui usaha yang gigih, karena pada saat itu Andalusia diperintah oleh Yusuf bin Abdurrahman al-Fikry. Pada masanya banyak terjadi pertentangan antara sesama kabilah Arab serta bangsa Barbar. Pertentangan ini membuka peluang bagi Abdurrahman untuk ikut serta dalam percaturan politik saat itu, dan ia berhasil memperoleh pengikut yang banyak.
Masuknya Abdurrahman ke wilayah Andalusia membuat Yusuf marah. Ia berusaha mengusir Abdurrahman dari wilayah kekuasaannya itu. Akibat dari tindakan Yusuf itu Abdurrahman melakukan perlawanan, sehingga terjadi pertempuran antara keduanya di dekat Cordova pada tahun 139 H/ 758 M. Peperangan ini dimenangkan oleh Abdurrahman Al-Dakhil, dengan demikian ia memasuki Cordova dengan membawa kemenangan dan sejak saat itulah Abdurrahman mendirikan kerajaan Islam di Andalusia.
Karena keberhasilannya itulah ia diberi gelar Al-Dakhil, artinya orang yang berhasil memasuki wilayah Andalusia dan selamat dari kejaran pemerintah Daulah Abbasiyah. Sementara itu, Abu Ja’far al-Manshur memberinya gelar “Saqar Quraiys”, artinya Rajawali Quraiys yang mampu terbang jauh ke wilayah Eropa di Andalusia.
Masa Pemerintahan Amir-Amir Bani Umayyah
- Abdurrahman Al-Dakhil ( 757-788 M ). Setelah mendirikan kerajaan besar di Andalusia, langkah pertama yang dilakukannya adalah memperbaiki keadaan dalam negeri. Hampir seluruh usianya dipergunakan untuk memerangi lawan-lawannya seperti ancaman dari Abu Ja’far Al-Manshur (khalifahAbbasiyah kedua), perlawanan dari Raja Frank, Prancis, dan sebagainya. Setelah merasa aman barulah Abdurrahman melaksanakan pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Diantaranya adalah mendirikan Masjid Agung di Cordova, yaitu masjid Al-Hambra dan setelah beliau wafat pembangunan kemudian dilanjutkan putranya Hisyam I. Abdurrahman wafat di usianya yang ke-61 dan ia telah memerintah selama kurang lebih 31 tahun lamanya.
- Hisyam bin Abdurrahman ( 796-822 M). Beliau seorang yang salih dan adil. Dalam bidang pendidikan ia sangat mengutamakan sehingga lahirlah jabatan hakim (Qadli). Dan di bidang pembangunan ia menyelesaikan Mesjia Raya Cordova.
- Hakam I bin Hisyam ( 796-822 M ). Tabiatnya sangat berbeda dengan ayahnya, ia suka sekali berbuat maksiat terhadap rakyatnya, sehingga banyak terjadi pemberontakan pada saat itu.
- Abdurrahman II / Al-Ausath ( 822-852 M ). Beliau dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu, usaha-usaha yang dilakukannya pun begitu banyak baik di bidang politik, ekonomi, maupun pembangunan.
C. Kemajuan Peradaban Islam di Spanyol
Kemajuan Institusi Pendidikan dan Pembangunan Fisik
Orang-orang Arab di Spanyol merupakan pembawa obor kebudyaan dan peradaban antara abad ke-8 sampai abad ke-13. Usaha ini diawali oleh Abdurrahman Ad-Dakhil yang mengonsentrasikan pembangunannya pada bidang administrasi Negara, militer dan pendidikan. Konsentrasinya dalam bidang pendidikan diwujudkan dalam membangun Mesjid Cordoba sebagai pusat pengetahuan dan kebudayaan yang palin penting di Eropa. Perhatian pada kesusutaraan menarik banyak cendikiawan mendatangi istananya. Diantara tokoh pujangga yang tertarik dalam bidang pengetahuan adalah Abi al-Mutasya, Musa al-Mawari, Isa bin Dinar, Yahya bin Yahya, Said Hasan.
Usaha Ad-Dakhil dilanjutkan bdurrahman II (822-8520 M) yang didalamnya merupakan masa damai, cemerlang dan sejahtera. Ia merasa cinta akan kesenia dan kesustraan, mencintai masyarakat yang berbakat dan berilmu. Ia banyak melekukan pembangunan fisik (sar na umum) seperti jalan pasar dan mesjid seta fasilitas yang terkait denganbidang arsitektur. Dalam bidang pertanian Spanyol sudah mengenal saluran irigasi, sehingga mereka dapat mengolah kebun denagan mudah dan subur. Kemajuan dalam bidang ini membawa kemekmuran dan kesejahteraan kepada masyarakat.
Karena kemajuan ekonomi
Spanyol telah membangun kota yang megah yang dijadikan sebagai monumen, seperti pembanguna gedung-gedung denagn arsitektur terkemuka pada zamannyadan masih dikagumi hingga saat in seperti Mesjid Cordova, kota Al-Zahra,Istana Ghafiriyah dan sebagainya. Dalam bidang industri yang merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol telah dibangun dan diproduksi antara lain tekstil, bahan kulit, logam, dan barang-barang tembikar.
Abdurrahman II, pada tahun 929 M menyempurnkan fungsi Mesjid Cordova . Al-Hakam yang memerintah pada tahun 961-976 M mendirikan Universitas Cordova berdampingan dengan Mesjid Aburrahman III yang selanjutnya tumbuh menjadi perguruan tinggi tekenal diantara jajaran pendidikan tinggi lainnya di dunia. Universitas ini menendinggi Universitas Al-Azhar Mesirdan madrasah Nidzamiyah di Baghda, serta menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari spanyol saja, tetapi juga dari wilayah lain di Eropa Afrika, an Asia.
Universitas Cordova menampung sekitar emat juta buku. Membuka berbagai jurusan seperti astronomi. Matemetika, kedokteran, teologi dan hukum. Jumlah mahasiswanya mencapai ribuan orang Selain itu di Spanyol juga terdapat Universitas Sevilla, Malaga dan juga Universitas Granada. Ziauddin Alavi mengemukakan bahwa Spanyol di masa itu wilayah dunia islam yang menyediakan literatur dalam jumlah yang amat besar. Bahkan menurut Al-Dala’I, di Spanyol terdapat 491 mesjid yang menyegarkan akvitas pendidikan.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburannya mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi, yang pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Komunitas pluralnya terdiri atas Komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), Al-muwahiddun (Orang-orang Spanyol yan g masuk Islam), Barbar (Orang Islam dari Afrika Utara dan Marokko), Yahudi dan Kristen. Semua komnitas tersebut, kecuali Kristen yang masih menentang Islam, memberiakn sumbangan intelektual bagi terbentuknya kebudayaan Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
Diantaranya kemajuan di bidang pengetahuan adalah di bidang Bidang Filsafat dan Eksakta yang diuraikan di paragraph di bawah ini.
Pada abad 4-5 H, para pelajar Andalusia banyak yang belajar filsafat ke Bagdad. Diantara mereka adalah Abu al-Qasim Maslammah Ibn Admad al-Majriti. Ia belajar manuskrip-manuskrip Arab dan Yunani, kemudian mengembangkan ilmu yang diperolehnya di Andalusia. Ia berjasa dalam bidang ilmu metematika, kedokteran, dan kimia, dan ia merupakan ulama pertama yang mengajarkan Rasail Ikhwal al-Shafa di Eropa.
Perkembangan filsafat mendorong berkembangnya ilmu eksakta, antara lainnya matematika. Ilmu pasti yang dikembanglkan orang Arab berpangkal dari buku India, yaitu Sinbad yang diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al-Fazari pada tahun 154 H/ 771 M. Denagn perantara penerjemehen buku ini, kemudian Nasawi (pakar matemetika) memperkenalkan angka-angka India (0, 1,2 hingga 9), sehingga angka-angka India di Eropa lebih dikenel sebagai angka Arab (Arabic Number). Di sampig itu, ulama Arab menciptakan ilmu tumbuh-tumbuhan untuk kepentingan obat-obatan sehingga melehirkan ilmu apotek dan farmasi.
Perkembangan Ilmu Bahasa dan Sastra
Seperti pada waktu Umayyah di Damaskus, bahwa salah satu dari cirri dinasti Umayyah adalah Arabisasi (Arabize atau pengaraban). Seperti yang telah diutarakan oleh Ahmad Syalabi pernah menginformasikan bahwa bahasa Arab digunakan di Spanyol. Oleh karena itu, pada abad ke-9 M, sorang pendeta dari Sevilla menterjemahkan Taurat ke dalam bahgasa Arab, karena dapat dimenggerti oleh murid-muridnya, dan hampir diantara mereka tidak ada yang mampu membaca kitab suci mereka yang ditulis dalam bahasa latin. Al-Syiba’i menjelaskan karena sebagian penduduk setempat beragama Kristen lebih fasih berbahasa Arab daripada Orang Arab sendiri.
Pada zaman Umayyah di Cordova tercatat sejumlah ulama-ulama ,yang melahirkan karya-karya besar, diantaranya:
1) Al-Zabadi (guru Ibn Quthiyah); dianhtara karyanya Mukhtsahar al-Ayn, danAkhbar al-Nahwiyn.
2) Ali al-qali (tinggal di Cordova atas undangan Nashir pada tahumn 330 H/941 M), diantara karyana adalah al-‘Amali dan al-Nawadin.
3) Ibn al-Quthiyah Abu Bakar Muhammad Ibn Umar (w.367 H/977 M). diantara karyanya adalah al-Af’al dan Fa’alla wa Af alat.
Perkembangan Ilmu Musik
Perkembangan sastra dan syair mendorong juga pertbumbuhan ilmu musik dan ilmu music di Andalusia. Pada zaman Abd al-Rahman II al-Awsalt, Hsan Ibn Nafi (dikenal dengan nama Ziyab) Tiba di Cordova. Keahliannya di bidang musik Membekas hingga sekarang dan bahkan dianggap seebagai peletak dasar seni music Spanyol modern. Sigrid Hunke dan Abd al-Mun’im Maguid Mengimpormasikan bahwa ulama arablah yang memperkenalkan not lagu: do-re-mi-fa-sol-la si. Not itu diambil dari bunyi-bunyi huruf Arab.
Perkembangan dalam Ilmu Fikih
Mazhab fikih yang berkembang di cordova adalah mazhab Maliki. Mazhab ini diperkenelkan oleh Ziyad Ibn Abd Rahman Ibn Abd Ziyad al-Lahmi pada Zaman Hisyam I Ibn Abd Rahman al-Dakhil. Beliau merupakan muri dari Imam Malik Ibn Annas si Madinah. Jejeknya kemudian diikuti oleh Yahya Ibn Yahya al-Laitsi dikenal denagnan mufti dinasti Umayyah.
Ulama besar di bidang fikih yang hidup pada zaman Umayyah adalah Abu Muhammad Ali Ibn Hazm(455H / 1063). Pda awalnya, beliau adalah pengikut Imam Syafi’i, kemudian kia pindah ke mazahab al-Zahiri. Disamping itu ia juga, yang memperkenalkan ajaran asy’ariah di Eropa. Dalam bidang fikih, Ibn Hazm menulis kitab al-ihkam fi Ushul al Hakam dan dalam bidang ilmu kalam, beliau menulis kitab al-Fash fi al-Milal wa Ahwa’fi al- Nihal. Menurut catatn sejarah, beliau menulis sekitar 400 buku tentang teolog, fikih, hadist dan puisi.
D. Kontribusi Islam di Spanyol Terhadap Kemajuan Eropa
Zaman klasik (Eropa abad pertengahan, 600-1000M) adalah masa pencerahan Islam. Sebaliknya, zaman tersebut adalah masa kegelapan Eropa. Kegelapan (kemunduran) Eropa disebabkan karena intervensi pihak Gereja terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat,baik politik, sains maupun pendidikan. Gerja menganggap ilmu dan filsafat Yunani berbahaya bagi agama Kristen. Oleh karena itu Gereja kemudian menutup institusi-institusi yang mengajarkan ilmu dan dilsafat Yunani (Hellenisme). Sementara itu, mengembangkannya sehingga amat berpengaruh terhadap kemajuan dunia Islam. Ibu berarti, Eropa menunggu selama empat abad lamanya untuk kembali membenahi peradabannya. Ini dilakukan setelah Eropa sadar sudah tertinggal jauh oleh peradaban Islam yang tinggi di Timur—yang banyak dipengaruhi pemikiran Yunani—dan melalui Spanyol, Sicilia dan perang Salib peradaban-peradaban itu sedikit demi sedikit ditransfer ke Eropa.
Di antara tiga saluran transformasi ilmu pengetahuandi atas, Spanyol merupakan saluran terpenting bagi Eropa dalam menyerap peradaban Islam. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol yang berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya yang menolak filsafat Yunani, terutama dalam bidang pemikiran, ilmu pengetahuan, bangunan-bangunan fisik (lembaga) pendidikan dan peradabaan.
Transfer Pemikiran dan Ilmu Pengetahuan
Pemikiran Islam yang menonjol di Eropa ketika itu ialah pemikiran Ibnu Ruysd (1126-1198 M) –disamping pemikiran Ibnu Sina. Pemikiran Ibnu Rusyd telah melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berfikir. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, sehingga timbul gerakan Averoisme yang menuntut kebebasan berfikir di Eropa. Berawal dari gerakan ini, di Eropa muncul reformasi pada abad ke-16 yang diikuti rasionalisasi pada abad ke-17 M.
Proses transformasi pemikiran Ibnu Rusyd dan para pemikir Muslim lainnya dilakukan melalui dua jalur; pertama, interaksi langsung. Yakni, banyak para pelajar Kristen Eropa yang belajar pada universitas-universitas di Spanyol, seperti di Universitas Cordova, Sevilla, Granada, dan Malaga. Kedua, para pelajar tersebut aktif menerjemahkan buku-buku Ibnu Ruysd dan filosuf muslim lainnya. Karya yang diterjemahkan meliputi fisafat, ilmu pasti, kedokteran, dan lain-lain. Pusat penerjemahan berada di Toledo dan Sevilla. Di antara penerjemah yang paling aktif adalah Gerard yang berasal dari Skotlandia (1175-1234 M). Ia menerjemahkan karya Aristoteles yang dikomentari Ibnu Rusyd dengan judul “The History of Animal.”
Transformasi Institusi Pendidikan
Transformasi institusi pendidikan di Spanyol dilakuakan oleh pelajar Kristen di Eropa setelah mereka mendirikan sekolah-sekolah dan Universiatas denagan mengadaptasi model universitas-universitas di Cordova, Sevilla, Granada, Malaga, dan Salamanca baik dari sisitem manajemen maupun progaram yang dibuka. Denagn demikian dapat dikatakan, universitas-universitas di Eropa terbentuk dari peradaban Islam.
Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris, yan didirikan pada tahun 1231 , tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibnu Rusyd. Di zaman pertenganhan, di seluruh Eropa baru bisa dibangun 18 buah Universitas.
Penagaruh pemikiran, ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi Islam atas Eropa yang sudar berlangsung sejak abad ke 12 M itu telahmemunculkan gerakan kembali (renaisans) pemikirtan Yunani di Eropa pada abad ke 14 M. Maka tidaklah salah kalau dikatakan “Bangasa Arab Spanyol adalah guru bangsa Eropa, dan uni Spanyol adalah guru bangsa Eropa, dan Universitas Cordova, Toledo dan Sevilla berfungsi sebagai sumber asli kebudayaan Arab non Arab. Muslim, Kristen, Yahudi dan agama-agama lainnya”.s
E. PENYEBAB KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun’ kepada mukalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukan tidak adanya ideologi yang dapat memberimakna persatuan, disamping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan karena itulah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan oleh permasalahan ini.
Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecualidari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternafif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.
0 Tanggapan untuk "Masa Kejayaan Islam: Periode Klasik Dinasti Umayyah (Bag.2)"
Post a Comment