Khutbah Jum'at: Menjadi Pemimpin Sederhana
اَلْحَمْدُ للهِ
الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ وَقَدَّرَ الأَشْيَاءَ، وَاصْطَفَى مِنْ عِبَادِهِ
الرُّسُلَ وَالأَنْبِيَاءَ، بِهِمْ نَقْتَدِي وَبِهُدَاهُمْ نَهْتَدِي، نَحْمَدُهُ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ مِنَ الحَمْدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ،
وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ، أَنْزَلَ عَلَيْهِ رَبُّهُ
الْقُرْآنَ الْمُبِيْنَ, هُدًى وَنُوْرًا لِلْمُؤْمِنِيْنَ، وَجَعَلَ رِسَالَتَهُ
رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى سَائِرِ
الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ, وَآلِ كُلٍّ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Hadirin Jumah Yang Berbahagia
Tersebutlah seorang sahabat
Nabi bernama Said bin Amir Al-Jumahy. Ia seorang yang zuhud, adil dan
bijaksana. Oleh Sayidina Umar, ia ditunjuk sebagai Gubernur Suriah. Suatu
ketika dalam sebuah beberapa rakyat Suriah disuruh Umar untuk mendaftar 10 nama
rakyat Suriah yang paling miskin. Ternyata Gubernur Said berada di nomor 1
rakyat Suriah termiskin!
Melihat hal ini, Umar menangis
tersedu-sedu dan memerintahkan untuk mengirimi Said uang sebesar 1000 dinar
yang merupakan uang dari tabungan pribadi Umar, bukan uang dari kas negara
seperti lazim dilakukan oleh pejabat-pejabat kita saat ini.
Hadirin
Rohimakumullah
Kemudian ketika kiriman uang
itu diterima Gubernur Said, ia berteriak keras seperti orang menerima sebuah
berita buruk, “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un!”. Mendengar teriakan ini,
kontan istri Said bertanya, “ada gerangan apa wahai suamiku? Mengapa engkau
berteriak seperti itu? apakah Umar wafat?”. Said menjawab, “bukan, tetapi yang
aku terima ini lebih buruk daripada kematian Umar!”
“Umar telah mengirimi aku
sepotong api neraka!” Subhanallah, Gubernur Said menganggap uang kiriman dari
tabungan pribadi Umar itu sebagai sepotong api neraka. Bagi Said, gajinya
sebagai Gubernur yang tak seberapa besar itu sudah cukup. Dan ia merasa tidak
berhak menerima uang bonus dari Umar yang waktu itu adalah atasan Said.
Berikutnya, Said kemudian
berkata kepada istrinya, “Wahai istriku, maukah engkau merubah neraka ini
menjadi surga?” Sang istri menjawab, “ya wahai suamiku tercinta! Aku bersedia
memenuhi segala perintahmu, apalagi untuk membantumu meraih keridloan Allah”.
Maka Said dan istrinya (tanpa
dikawal oleh pegawai-pegawai kegubernuran) kemudian membagi-bagikan uang
kiriman Umar itu kepada fakir miskin dan yatim piatu serta janda-janda di
Suriah.
Hadirin
Rohimakumullah
Kisah Gubernur Said masih
berlanjut. Kemudian setelah mendengar sikap Said seperti itu, maka Umar
memutuskan mengunjungi Suriah untuk melihat secara langsung kondisi Suriah dan
Gubernurnya.
Setiba di Suriah, Umar
mengumpulkan seluruh rakyat beserta gubernurnya di sebuah masjid terbesar di
sana. Di hadapan rakyat Suriah, Umar berkata, “Wahai saudara-saudaraku, ini aku
Umar Khalifah kalian dan ini Said gubernur kalian. Aku ingin bertanya kepada
kalian, apakah kalian memiliki keluhan terhadap gubernur kalian dalam memimpin
kalian atau dalam menjalankan roda pemerintahan di propinsi kalian ini?”
Berikutnya salah seorang wakil
rakyat Suriah memberanikan diri maju dan berkata kepada Umar, “Wahai Sang
Khalifah, segala puji bagi Allah. Sebenarnya kami tidak memiliki keluhan apapun
terhadap Gubernur kami. Ia begitu adil dan zuhud hingga seperti yang kami
laporkan pada paduka beberapa waktu lalu, Said gubernur kami itu adalah orang
yang paling miskin di wilayah kami. Namun izinkan kami untuk melaporkan 3 hal yang
selama ini menjadi ganjalan hati kami: pertama, gubernur kami setiap hari jika
pergi ‘ngantor’ selalu kesiangan. Kedua, setiap akhir bulan, gubernur kami
seharian penuh mengunci diri di rumahnya dan tak seorang pun bisa menemuinya.
Dan ketiga, gubernur kami sering tiba-tiba pingsan di hadapan kami.
Mendengar ini, Umar langsung
naik pitam dan bertanya kepada Said Sang Gubernur, “Wahai Said, benarkah semua
keluhan rakyatmu itu?”. Said menjawab, “Benar, wahai Khalifah!”. Umar langsung
menimpali, “Mengapa kamu seperti itu?”. Untuk beberapa saat Said diam seribu
basa hingga Umar semakin marah dan berkata dengan nada tinggi, “Said, jawablah
tiga keluhan itu satu persatu, atau aku akan menghukummu dengan hukuman yang
berat!”.
Hadirin
Rohimakumullah
Berikutnya Said menjawab,
“Untuk keluhan pertama, sebenarnya aku malu menjawabnya, tetapi demi ketaatanku
pada Khalifah, maka terpaksa aku haturkan bahwa aku setiap hari memang selalu
kesiangan berangkat ke kantor. Itu karena aku tidak punya pembantu di rumah.
Dan sejak setelah subuh, aku membantu istriku membuat roti untuk sarapan
keluargaku, mulai dari menumbuk gandum hingga menunggu bahan roti mengembang
dan kemudian menyulut panggangan roti hingga menyuapi anakanakku yang masih
kecil.
Adapun untuk keluhan kedua,
sebenarnya aku juga sangat malu untuk menjawabnya karena aku khawatir jawabanku
nanti seolah-olah mengandung rasa kurang bersyukur kepada Allah. Tetapi sekali
lagi karena ketaatanku padamu wahai Umar, maka dengan terpaksa aku mengakui
bahwa setiap akhir bulan aku memang selalu mengunci diri di rumahku seharian
penuh. Alasanku berbuat seperti itu karena bajuku memang hanya satu potong,
yaitu yang aku pakai ini. Dan aku mencuci bajuku satu-satunya itu sebulan
sekali dan aku menantinya hingga kering dari jemuran. ”
Mendengar ini, Umar menangis
tersedu-sedu di hadapan ribuan rakyat Suriah hingga beberapa saat lamanya.
Setelah tangisnya reda, Umar
bertanya lagi, “Lalu apa jawabanmu terhadap keluhan ketiga?”. Said menjawab,
“Aku memang sering tiba2 pingsan, yaitu karena aku sering teringat pembantaian
terhadap salah seorang Sahabat Nabi yang bernama Hubaib bin Uday di tangan kaum
kuffar Quraisy. Waktu itu aku belum masuk Islam dan aku menyaksikan Hubaib
dibantai di tengah-tengah alun-alun Mekkah dengan sangat sadis. Ia
disayat-sayat kulitnya dan dimutilasi dalam keadaan hidup-hidup dan ia tidak
berteriak kesakitan sedikitpun. Ia hanya berdoa, “Wahai Allah Engkau Maha
Menghitung mereka yang menghadiri penyiksaanku ini. Maka balaslah mereka satu
persatu dengan balasan yang setimpal! Allahumma
ahshihim ‘adada waqtulhum badada. Demikian
doa Hubaib”.
Kemudian Said menambahi, “dan
aku waktu itu menyaksikan pembantaian itu dan aku khawatir jika aku termasuk
dalam doa Hubaib itu. ”
Hadirin
Rohimakumullah
Hampir menjadi keyakinan di
hati kita bahwa cerita seperti itu kini mustahil ada dan terjadi di sekitar
kita. Bahkan banyak di antara kita yang cenderung menganggap bahwa
cerita-cerita seperti itu hanya khayalan belaka atau bahkan hanya pantas
dijadikan sebagai dongeng atau legenda yang diceritakan kepada anak-anak kecil
menjelang tidur.
Hampir menjadi keyakinan kita
bahwa cerita-cerita seperti itu sangat fantastis hingga kita sulit untuk
mempercayainya.
Baiklah, para hadirin yang
mulia,
Jika kita masih memiliki
pemikiran seperti itu atau jika kita cenderung berkata bahwa cerita-cerita
seperti itu hanya mungkin terjadi karena setting dan latarbelakang sosial waktu itu
memungkinkan. Kita hampir serempak sepakat bahwa seorang Gubernur dalam setting socialmasa
sekarang adalah msutahil jika hanya memiliki satu potong pakaian karena itu
tidak lazim dan tidak lumrah! Sebagaimana kita juga akan mudah mengkritik Said
yang terlambat pergi ke kantor karena harus menumbuk gandum dan memanggang roti
terlebih dahulu. Bagaimana mungkin seorang Gubernur atau bahkan kepala desa
sekalipun pada saat ini harus menanak nasi hingga ia pergi ke kantor kesiangan.
Hadirin Rohimakumullah
Said pergi ke kantor kesiangan
hanya sampai sekitar pukul 8 pagi! Dan kemudian Said bekerja di kantor hingga
menjelang Maghrib. Ia makan sambil bekerja, bukannya mengkhususkan waktu
sendiri untuk acara makan. Ia seringkali makan bersama tamunya yang kebanyakan
adalah dari rakyat jelata yang kebetulan tengah bertamu kepada sang Gubernur.
Apa yang dimakan oleh Said juga sama persis dengan apa yang dimakan oleh
tamunya hingga tidak perlu menghabiskanbudget selangit untuk membiayai setiap
penjamuan para tamu.
Sebagaimana yang juga menarik
kita cermati dari kisah di atas adalah bahwa istri sang Gubernur sama sekali
tidak mata duitan. Sang istri dengan sigap menyambut ajakan sang suami untuk
membagi-bagikan uang 1000 dinar kepada yatim piatu dan fakir miskin yang
kemudian justru menjadi lebih kaya ketimbang Gubernur Said sekeluarga, sebab
gaji Said sebagai seorang Gubernur waktu itu tak lebih dari belasan dinar.
Istri Said adalah istri teladan
yang justru tidak menggunakan kesempatan kemegahan sang suami sebagai pejabat
negara utk berfoya-foya dan hanya mengenal satu mall ke mall yang lain atau
tidak pernah tahu manakah rakyatnya yang tidak bisa makan seharian penuh! Istri
Said tidak menuntut suaminya agar menyediakan pembantu rumah tangga dan Said
sendirilah yang membantu sang istri dalam pekerjaan rumah. Said tidak mau
menyediakan pembantu bagi istrinya, bukan karena ia pelit tetapi memang karena
ia masih merasa mampu dan pantas jika sekedar melaksanakan salahsatu pekerjaan
rumah yaitu menumbuk gandum dan memanggang roti. Subhanakallahumma.
Hadirin Rohimakumullah
Sekali lagi, menyimak cerita
tersebut, banyak di antara kita yang cenderung menganggap cerita itu sebagai
khayalan belaka. Atau bahwa cerita itu sudah tidak sesuai dengan pola hidup
masa sekarang. Bagaimana mungkin seorang Gubernur harus mengerjakan pekerjaan
rumah tangga? Bukankah kesibukan Gubernur sangat padat? Bukankah pola
pemerintahan dan pergaulan protokoler pejabat sekarang ini sangat rumit dan
memakan banyak waktu? Tidakkah dhalim jika waktu sang Gubernur digunakan untuk
memanggang roti atau mencuci baju sendiri sementara pekerjaan kantor semakin
menumpuk karena tanggung jawab kepemerintahan saat ini lebih rumit ketimbang
tanggungjawab pemerintah masa lalu yang masih sangat sederhana?
Hadirin Rohimakumullah
Pertanyaan-pertanyaan seperti
yang tersebut terakhir itu memang kelihatan sangat masuk akal. Tetapi
sebenarnya kita bisa menjawabnya dengan pertanyaan-pertanyaan balik seperti
berikut ini: Bukankah teknologi sekarang semakin canggih? Bukankah kecanggihan
teknologi itu justru bertujuan untuk menyederhanakan dan mengefisienkan
pekerjaan-pekerjaan kita? Mengapa justru kita temui pekerjaan kita semakin
menumpuk dan tidak sederhana seperti pada masa-masa Gubernur Said, padahal
teknologi kita justru semakin canggih? Ketika Said masih butuh mencuci dengan
tangan sendiri, bukankah sekarang sudah ada mesin cuci full otomatis? Ketika
Said masih butuh memanggang roti, bukankah sekarang kita tinggal membeli roti?
Atau bukankah sekarang ini mudah ditemui oven otomatis atau microwave yang
tidak perlu kita tunggui?
Hadirin Rohimakumullah
Kita seperti tidak pernah sadar
bahwa kita ini memang semakin pintar mencari-cari alasan untuk mengelak dari
tanggungjawab kita yang semestinya. Kita semakin pandai menyusun
program-program kerja yang rumit dan tidak efisien serta sekedar hanya untuk
menghabiskan anggaran, terutama ketika hendak mendekati masa-masa tutup buku
keuangan.
Hadirin Rohimakumullah
Itulah sedikit renungan yang
sudah selayaknya kita ambil intisarinya dengan penuh kelapangan hati, dengan
ketawadlu’an dan kerendahan hati yang luas. Kita berharap agar cerita Said itu
dapat sedikit mengetuk pintu hati kita, bukannya justru membuat kita
tersinggung dan marah atau kalap dan mata gelap. Kita semua merasakan dan
menyadari bahwa hidup kita dari hari ke hari semakin ruwet dan tidak sederhana
seperti kehidupan-kehidupan di masa lalu. Kita terlanjur meyakini bahwa
paham-paham modernisme yang kita anut itulah yang layak untuk kita jadikan
sebagai panutan dalam kehidupan kita saat ini. Padahal bukankah kita sebenarnya
sering merindukan kesederhanaan hidup seperti nenek moyang kita? Bukankah kita
sekarang sering mendengar seruan back to
nature, kembali ke
alam yang asri, back to
green, kembali ke
hijau-hijaun, dan seterusnya dan seterusnya?
Bukankah seruan-seruan semacam
itu sebenarnya merupakan bentuk kerinduan kita akan kesederhanaan hidup?
الحديث: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أصحابي
كالنجوم بأيهم اقتديتم اهتديتم ، أو كما قال: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم
الله الرحمن الرحيم، ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي
أحسن، إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين، وإن عاقبتم فعاقبوا
بمثل عوقبتم به ولئن صبرتم لهو خير للصابرين، واصبر وما صبرك إلا بالله ولا تحزن
عليهم ولا تك في ضيق مما يمكرون
وقل رب اغفر وارحم وأنت
أرحم الراحمين
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ للهِ عَلَى
إِحْسَانِهِ, وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ. أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ. اللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ, فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ, اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ, وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ, وَقَالَ تَعَالَى إِنََّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ,
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ
وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي
التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَارْضَ عَنَّا
مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ
مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ, إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا الْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ
الْفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا إِنْدُوْنِيْسِيَا
خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ
الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ! إِنََّ اللهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ,
وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكم, وَلَذِكرُ اللهِ أَكْبَرُ,
وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
sumber: nu Jateng
0 Tanggapan untuk "Khutbah Jum'at: Menjadi Pemimpin Sederhana"
Post a Comment