MedSos: Berkah atau Musibah bagi Toleransi dan Keberagaman?
Entah bagaimana ekspresi Anda; tercengang, takjub, atau biasa saja, ketika melihat pertumbuhan pengguna media sosial di Indonesia. Dari data yang dirilis We Are Social, sebuah agensi marketing sosial, diperkirakan pengguna media sosial aktif di Indonesia pada tahun lalu mencapai 79 juta. Jumlah yang luar biasa tentunya. Dan itu artinya pengguna media sosial di Indonesia meningkat sebesar sekitar 25 persen dari tahun sebelumnya, 2014 yang masih di kisaran 63 juta pengguna aktif.
Namun, sebenarnya hal itu bukanlah sesuatu yang begitu mengherankan, karena kini media sosial memang menjadi satu hal yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Tidak hanya di kalangan remaja, namun sebagian besar anak-anak dan orang tua yang mempunyai akses internet memiliki akun di media sosial. Entah itu Facebook, Twitter, Instagram, BBM, WhatsApp, Path, dan media-media sosial lainnya. Bahkan tak jarang, banyak di antara mereka yang seolah tak bisa hidup tanpa media sosial. Padahal sejatinya, media sosial yang merupakan bagian dari arus globalisasi ini ibarat pedang bermata dua, ada dampak positif dan negatifnya.
Menimbang Berkah dan Musibah Media Sosial
Menimbang Berkah dan Musibah Media Sosial
Tak bisa dipungkiri, media sosial memang bisa menjadi berkah bagi penggunanya. Menjadi berkah karena keberadaannya sangatlah membantu kehidupan manusia. Banyak manfaat media sosial yang bisa kita rasakan. Sebagai contoh, media sosial sukses menghimpun keluarga, saudara, dan kerabat yang tersebar di berbagai daerah. Banyak kisah dramatis yang berawal dari media sosial yang mempertemukan kembali keluarga atau kerabat yang jauh dan sudah lama tidak bertemu.
Manfaat lain yang bisa kita rasakan dengan adanya media sosial adalah kecepatan informasi yang up to date dan akses komunikasi yang sangat mudah dengan siapapun. Media sosial juga bisa kita manfaatkan sebagai ajang promosi dalam bisnis. Bahkan di beberapa momentum, media sosial juga membuat masyarakat Indonesia menjadi lebih bersahabat, perhatian, dan empati terhadap permasalahan sosial yang ada. Sebagai contoh, adanya penggalangan dana sosial seperti gerakan koin peduli dan sebagainya, yang justru banyak bermula dari media sosial.
Namun, di balik keberkahan media sosial itu juga terdapat dampak negatif yang sedemikian besar, sehingga menjadikan musibah bagi penggunanya dan orang lain. Munculnya tindak kejahatan, penculikan, penipuan dan tindak kriminal lainnya tak jarang juga bermula dari media sosial. Dan yang tak kalah memprihatinkan adalah kian maraknya penistaan suku dan agama melalui media sosial, di tengah keragaman dan kemajemukan masyarakat Indonesia.
Kalau kita mau memperhatikan dunia media sosial dengan seksama, tentu kita akan melihat bahwa akhir-akhir ini banyak sekali komunitas anti agama atau aliran kepercayaan tertentu di media sosial. Banyak juga pernyataan-pernyataan yang melecehkan agama maupun suku tertentu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Padahal tentu ini bisa mengakibatkan hal-hal yang mengarah pada perpecahan, bahkan mengancam disintegrasi bangsa.
Keragaman dan Kemajemukan adalah Realitas
Keragaman dan Kemajemukan adalah Realitas
“Keragaman adalah keniscayaan akan hukum Tuhan atas ciptaan-Nya.” Begitulah kata bijak yang pernah ditulis oleh Bapak Pluralisme, Gusdur. Pernyataan tersebut tentu didasari sebuah kenyataan dan pemahaman bahwa bumi yang kita pijak ini dihuni oleh manusia berbagai suku, ras, bahasa, profesi, budaya, dan agama. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman dan kemajemukan adalah sebuah realitas yang harus kita terima, karena merupakan pemberian Tuhan.
Di dunia saat ini, hampir tidak ada satu negara pun yang masyarakatnya seragam, tanpa sebuah keberagaman. Dalam hal agama misalnya, sulit sekali ditemukan ada negara yang betul-betul memiliki warga negara yang memeluk satu agama. Kalaupun ada, pasti juga terdapat keragaman, yang muncul dari penafsiran teks-teks kitab suci agama tersebut. Maka lahirlah berbagai madzhab, sekte, dan aliran-aliran agama.
Di Indonesia sendiri, kita dapat menyaksikan keragaman suku, ras, bahasa, budaya, dan agama dengan berbagai alirannya. Tentu keragaman ini bukan untuk dijadikan sebagai alasan perpecahan. Justru keragaman ini mesti kita jaga sebagai modal kekayaan sekaligus kekuatan bangsa. Menjadi bagian dari Indonesia, berarti kita harus siap dan sanggup hidup dalam perbedaan dengan mengedepankan sikap toleransi antar sesama.
Menjadikan Sosmed yang Berkah Bagi Toleransi dan Keberagaman
Menjadikan Sosmed yang Berkah Bagi Toleransi dan Keberagaman
Toleransi berasal dari bahasa Latin, "Tolerare" yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Sikap toleransi berarti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berbeda pendapat, serta berhati lapang terhadapnya. Hakikat toleransi didasarkan atas sikap memanusiakan manusia, baik di dunia nyata maupun dunia maya, terlepas apapun suku, agama, dan rasnya.
Bersikap toleran terhadap keragaman suku dan ras, bisa dimulai dengan menumbuhkan kesadaran dan keyakinan bahwa Tuhan menciptakan manusia dalam keragaman, termasuk suku dan ras. Dalam dimensi teologis, kita diajarkan bahwa memang manusia diciptakan Tuhan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku dengan tujuan untuk saling mengenal. Dari kesadaran dan keyakinan itu, maka akan tumbuh sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
Dalam masalah agama, bersikap toleran bukan berarti mengorbankan keyakinan yang kita anut. Akan tetapi toleran dalam artian bersikap lapang dada, menghargai, dan menghormati, serta memberikan kesempatan kepada pemeluk agama lain untuk melakukan ritual ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
Memang, membangun toleransi di tengah perkembangan media sosial yang masif tidaklah mudah. Namun bagaimana pun, tetap harus diupayakan. Tentunya diawali dari lingkup terkecil, yaitu diri sendiri. Peranan dan tugas masing-masing individu dalam menjadikan media sosial sebagai berkah bagi toleransi dan keragaman, yaitu dengan cara bersosialiasi dengan penuh tatakrama.
Di antara tatakrama dalam bersosial media adalah: pertama, dalam bersosialisasi di media sosial, hendaknya kita selalu menggunakan bahasa sosial yang baik, tidak menebar kebencian, dan menyinggung hal-hal yang menjurus kepada sara. Kedua, hargailah orang lain sebagaimana kita menghargai diri sendiri. Dan ketiga, telitilah segala sesuatu yang akan dishare, tentang baik buruknya dan benar tidaknya berita tersebut.
Selanjutnya, dalam lingkup yang lebih besar, tentu diharapkan adanya edukasi bagi para pengguna media sosial terkait masalah toleransi dan keragaman. Hal lain yang tak kalah penting adalah keteladanan dari artis sosmed dan para figur publik dalam bersosial media. Jangan sampai usaha-usaha edukasi yang telah dijalankan, justru dikikis oleh ulah para artis sosmed dan figur publik yang tidak bertatakrama di media sosial.
Akhirnya, dengan upaya-upaya tersebut diharapkan media sosial tidak lagi dijadikan ajang untuk mengobarkan kebencian yang menodai nilai-nilai toleransi dan keragaman. Justru, media sosial bisa dijadikan sebagai ajang untuk mensyiarkan gagasan tentang toleransi dalam keberagaman dan kemajemukan bangsa. Dengan demikian, media sosial tidaklah akan menjadi musibah, namun menjadi berkah bagi toleransi dan keberagaman, serta bagi kita seluruh bangsa Indonesia.
Akhirnya, dengan upaya-upaya tersebut diharapkan media sosial tidak lagi dijadikan ajang untuk mengobarkan kebencian yang menodai nilai-nilai toleransi dan keragaman. Justru, media sosial bisa dijadikan sebagai ajang untuk mensyiarkan gagasan tentang toleransi dalam keberagaman dan kemajemukan bangsa. Dengan demikian, media sosial tidaklah akan menjadi musibah, namun menjadi berkah bagi toleransi dan keberagaman, serta bagi kita seluruh bangsa Indonesia.
#celebratediversity #10tahunicrs
*Artikel ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog yang diselenggarakan oleh ICRS dan Sebangsa
Selamat y..juara kedua..
ReplyDeleteSelamat y..juara kedua..
ReplyDeleteMakasih.. selamat juga ya?
ReplyDelete