Orang Tua Hebat Masa Kini
bolehkah aku pinjem, pinjem laptopnya?
Mama, Mama! bolehkah..
bolehkah aku pinjem, pinjem handphonenya?
Aku mau main, aku mau main..
main games kesukaanku
Aku mau main, aku mau main..
daripada ku melamun..
***
Penggalan lirik lagu “Main Gadget”-nya Romaria Simbolon itu sepertinya sangatlah tepat untuk menggambarkan fenomena gadget saat ini. Ya, kini gadget alias gawai telah menjadi konsumsi wajib bagi semua kalangan, mulai dari orang tua, remaja, hingga anak-anak.
Fenomena aneh? Tentu tidak, karena zaman ini memang telah banyak berubah. Makanya, janganlah heran jika pada peringatan Hari Anak Nasional, 23 Juli 2018 yang lalu, surat kabar Kompas menerbitkan laporan utama tentang fenomena kecanduan gawai di kalangan anak dan remaja. Apa isinya?
Orang tua masa kini ternyata melihat gawai sebagai alat bantu paling praktis untuk mengalihkan perhatian buah hati. Ibu M salah satunya. Salah seorang narasumber Kompas itu mengaku telah memperkenalkan gawai kepada anaknya sejak usia dua tahun. Masalahnya muncul ketika anaknya menginjak usia tujuh tahun. Kini, ia mulai menirukan ucapan-ucapan kasar para gamers yang setiap hari disaksikannya lewat internet.
Kisah Ibu M itu tentu hanya satu di antara ribuan bahkan jutaan cerita yang menggambarkan ancaman dari kecanduan gawai. Masih banyak ancaman lain dari dunia internet yang mengintai anak dan remaja. Konten pornografi, salah satunya.
Beberapa ancaman di sekitar anak yang bisa timbul akibat penyalahgunaan gawai
Semakin memprihatinkan lagi, ketika kita mengetahui bahwa kecanduan gawai ini ternyata juga menimbulkan dampak negatif terhadap prestasi belajar anak dan remaja di sekolah. Buktinya, tercermin dari hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) terhadap kemampuan pelajar di tanah air dalam mata pelajaran Matematika.
Studi yang dilakukan oleh Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) terhadap anak usia 15 tahun pada 2015 itu, menempatkan kemampuan Matematika anak Indonesia ada di peringkat ke-10 “terbawah” dari 72 negara. Nah, kalau sudah demikian, lantas siapa yang harus bertanggungjawab?
Pendidikan Anak Tanggungjawab Bersama
Kalau boleh diumpamakan, seorang anak itu tak ubahnya ibarat bejana yang kosong. Jika diisi dengan air yang kotor, bejana tersebut tentu akan penuh dengan air kotor dan ikut menjadi kotor. Namun sebaliknya, jika diisi dengan air yang bersih, bejana tersebut tetaplah menjadi bersih. Bahkan, air bersih tersebut juga dapat membersihkan bejana yang kotor.
Apa maknanya? Analogi tersebut mengajarkan kepada kita semua akan satu hal, yakni betapa tumbuh kembang seorang anak itu sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam konteks pendidikan, lingkungan yang akan menjadikan anak sebagai “bejana bersih” ataupun “bejana kotor” adalah tri-sentra pendidikan, yakni satuan pendidikan, masyarakat, dan yang tak kalah penting yaitu keluarga.
Pendidikan anak adalah tanggungjawab bersama
Pemerintah sendiri sebagai salah satu pemegang kebijakan pendidikan telah berupaya untuk melibatkan keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan. Terbukti, dengan dikeluarkannya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017 Tentang Pelibatan Keluarga Pada Penyelenggaraan Pendidikan. Di dalam Permendikbud tersebut dijelaskan bahwa pelibatan keluarga adalah proses atau cara keluarga untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan nasional.
Orang Tua Hebat, Orang Tua Terlibat
Seberapa penting orang tua terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan anak? Sebagai bagian dari tri-sentra pendidikan, jelas bahwa peran keluarga dalam pendidikan anak sangatlah penting. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy pernah mengatakan di beberapa kesempatan, bahwa orang tua yang hebat adalah orang tua yang terlibat dalam proses pendidikan anak. Sayangnya, masih banyak keluarga-keluarga di sekitar kita yang acuh tak acuh terhadap pendidikan anaknya.
Dalam artikel Orang Tua Hebat, Orang Tua Terlibat (1), dijelaskan bahwa orang tua yang lebih terlibat dalam pendidikan anak, memiliki anak yang performa akademisnya lebih unggul dibandingkan dengan anak dari orang tua yang kurang terlibat. Sebaliknya, kurangnya keterlibatan orang tua diindikasikan sebagai salah satu faktor penghalang bagi kesuksesan akademik dan aktualisasi potensi anak.
Serah terima peserta didik baru dari orang tua di SMAN 1 Prambanan Klaten
Dalam lingkup yang lebih luas, pelibatan keluarga dalam penyelenggaran pendidikan ternyata juga sangat berperan dalam keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 secara nasional. Ya, tanpa keterlibatan keluarga, pencapaian KD-KD terutama pada KI 1 (sikap spiritual) dan KI 2 (sikap sosial) jelas tidak akan bisa optimal.
Kelas Orang Tua di SMAN 1 Prambanan Klaten
- menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan;
- mengikuti kelas Orang Tua/Wali;
- menjadi narasumber dalam kegiatan di Satuan Pendidikan;
- berperan aktif dalam kegiatan pentas kelas akhir tahun pembelajaran;
- berpartisipasi dalam kegiatan kokurikuler, ekstra kurikuler, dan kegiatan lain untuk pengembangan diri Anak;
- bersedia menjadi aggota Komite Sekolah;
- berperan aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Komite Sekolah;
- menjadi anggota tim pencegahan kekerasan di Satuan Pendidikan;
- berperan aktif dalam kegiatan pencegahan pornografi, pornoaksi, dan penyalahgunaan narkoba, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA); dan
- memfasilitasi dan/atau berperan dalam kegiatan Penguatan Pendidikan Karakter Anak di Satuan Pendidikan.
Dengan terjalinnya kemitraan yang baik antara sekolah dengan keluarga sebagaimana bentuk-bentuk kegiatan tersebut, maka diharapkan akan terbentuklah sebuah ekosistem pendidikan yang kondusif serta efektif dalam menumbuh-kembangkan karakter dan budaya berprestasi pada anak-anak dan remaja.
Menjadi Orang Tua Hebat Masa Kini
Tak dapat dipungkiri, bahwa kemitraan yang baik antara sekolah dengan keluarga bukannya tanpa hambatan. Perkembangan era digital yang begitu pesat ini, cukup menyulitkan sekolah dan keluarga dalam mendidik anak-anak. Sebabnya jelas, yaitu konten di internet yang terlalu bebas sehingga membuat anak bisa mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan usianya.
Nah, di sinilah pelibatan orang tua dalam pendidikan anaknya benar-benar diuji. Orang tua yang hebat bukanlah mereka yang melarang anaknya menggunakan gawai, karena gawai adalah bagian dari perkembangan dunia yang semakin serba digital. Melainkan, orang tua hebat di masa kini adalah mereka yang all out dalam melibatkan dirinya dalam pendidikan anaknya, termasuk dalam hal penggunaan gawai. Bagaimana caranya?
Kiat menjadi orang tua hebat masa kini
Kedua, mengedukasi diri sendiri. Ya, orang tua tidak boleh gaptek. Orang tua harus bisa memilihkan platform digital mana yang baik dan aman bagi anak-anaknya. Orang tua juga harus mampu mengajari anak dalam hal membedakan mana konten yang fakta dan mana konten yang hoax. Caranya, bisa dengan mengikuti komunitas-komunitas yang membekali beragam pengetahuan dan referensi mengenai literasi digital yang aman untuk anak.
Ketiga, buat kesepakatan yang disetujui antara anak dan orang tua. Ajaklah anak untuk membicarakan dan menyepakati aturan dalam penggunaan perangkat digital. Hal ini, tentu saja akan membantu pengawasan orang tua terhadap aktivitas anaknya selama berselancar di dunia maya.
Keempat, eksplorlah dunia digital bersama anak. Sebagai orang tua, kita juga dapat mengenal anak melalui konten yang mereka akses. Dengan begitu, maka orang tua bisa mengetahui hal-hal baru yang mungkin terasa unik dari sudut pandang anak.
Dan kelima, jadilah role model. Sebagaimana kata pepatah, “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, perilaku anak tidak jauh beda dengan orang tuanya. Maka, sebagai orang tua harus bisa menjadi role model dalam segala hal, termasuk ketika memanfaatkan dunia digital di depan mereka. Sebagai contoh saja, adalah menggunakan internet sebagai sumber belajar dan informasi yang berguna bagi pengetahuan kita.
Itulah beberapa kiat menjadi orang tua hebat di masa kini. Jika langkah-langkah pelibatan orang tua sebagaimana tersebut bisa diterapkan dengan baik, rasanya kita semua tak perlu lagi khawatir akan fenomena kecanduan gawai pada anak dan remaja. Sebaliknya, mereka justru akan menjadi anak-anak berkarakter yang mampu mengambil berkah dari perkembangan teknologi yang pesat ini. Semoga saja!
#SahabatKeluarga
- Orang Tua Hebat, Orang Tua Terlibat (1) (https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=20)
- Harian Kompas 23 Juli 2018
- Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kemitraan Sekolah dengan Keluarga dan Masyarakat, 2016
***
Kalau pas saya dulu jadi guru, yang saya rasa sih Pak, anak zaman sekarang itu memori pendek. Baru diterangin, nggak sampai lima menit, ditanya lagi udah lupa. Konon katanya, banyak anak sekarang yang kebanyakan terpapar radiasi hp.
ReplyDeleteSaya juga merasakan demikian, Mbak. Anak-anak sekarang mudah lupa dengan materi pembelajaran. Tapi menurut saya banyak sebabnya, Mbak. Selain karena radiasi HP, kalau saya berpendapat bahwa memory pendek itu karena jarang dilatih, Mbak..
Deletejadi role model itu yang berat aku maunya begini semenatara aku ga konsist sebagai ortu kasih model yang baik hehehe jleblah kalau omongin role model
ReplyDeleteIya berat, tapi Mbak Herva harus kuat. Siapa coba yang mau kasih contoh pada anak-anaknya kalau bukan orang tua. Iya kan? Yuk jadi orang tua yang hebat!
DeleteSaya setuju banget kalau masalah pendidikan anak itu tanggung jawab bersama, ayah dan ibunya. DUh ini memang jleb nih saya jadi mikir udah jadi role model terbaik ga yah buat anak
ReplyDeleteJadi role model memang berat, Mbak. tapi bagaimana pun kita tetap harus berupaya. Iya kan? Karena, anak-anak kita adalah cerminan orang tuanya. Tetap berusaha jadi ortu hebat ya Mbak..
DeleteBaca ini jadi mengevaluasi diri, saya termasuk yang tidak aktif dalam kegiatan sekolah anak, biasanya hanya datang saat mengambilkan rapor saja, terima kasih mas sharing ya sangat menggugah dan semoga saya menjadi lebih baik lagi sebagai orangtua
ReplyDeleteSama-sama, Mbak Elly. Meski jarang berkunjung ke sekolah, paling tidak ada komunikasi antara orang tua dengan guru ya Mbak. Karena pelibatan keluarga sangat penting dalam pendidikan anak. Thanks udah berkunjung..
DeleteSaya termasuk yg galak soal gadget ke anak. Cuma kadang lingkungan kyk kakek nenek, om, tante, tetangga suka kasi. Palingan ya kudu dibatasi di rumah dan banyak2in mainan edukatif buat anak2. Bisa beliin atau bikin DIY toys gtu.
ReplyDeleteBagus sekali pelibatannya, Mbak. Namun untuk mengantisipasi keterbatasan orang tua dalam mendampingi anak saat bersentuhan dengan gadget, maka orang tua juga perlu mengajari anak tentang literasi digital, tentang bagaimana sebaiknya menggunakan gadget..
Deleteserem serem banget nih ancaman bagi anak zaman sekarang.benteng musti kuat dan keluarga serta orrang tua adalah garda terdepan, guru dan lingkungan sekolah adalah garda kedua. harus kuat semua
ReplyDeleteBenar Mas. Keluarga, orang tua, dan masyarakat harus bekerjasama dalam permasalahan seputar gadget pada anak. Kalau sekolah sudah memberi pembelajaran yang baik dalam menggunakan gadget, maka orang tua dan masyarakat harus bisa menjadi pendamping dan role model yang baik..
DeleteBetuk, orangtua skrg harus bisa eksplore digital juga, gaboleh cuek sama milenial dan digital harus ikut nimbrung juga sama anak2 kalao lg gunakan gadget hehe
ReplyDeleteIya, Mbak. Kalau tidak, sangat dikhawatirkan sekali akan terjadi penyalahgunaan gadget oleh anak...
Delete