Mendobrak Persaingan Global dengan Mendongkrak Mutu Milenial
Dalam lima tahun terakhir ini, kinerja pemerintah untuk membawa ‘perahu besar’ Indonesia ke ‘dermaga kemajuan' memang patut diapresiasi. Terbukti, dengan laju ekonomi yang hanya berkisar 5,2%, ternyata pemerintah berhasil menekan tingkat pengangguran terbuka (TPT) hingga ke angka 5,01%—sesuai data BPS per Februari 2019.
Pencapaian yang sangat impresif tersebut memang patut disambut oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan penuh suka cita. Pasalnya, angka 5,01% ini merupakan angka TPT terendah sepanjang sejarah Indonesia sejak era reformasi bergulir. Sayangnya, kabar baik itu tidaklah bertahan lama. Enam bulan sesudahnya, yaitu Agustus 2019, TPT negara kita kembali meningkat di angka 5,28%.
Sesuai data BPS, jumlah angkatan kerja Indonesia pada saat itu adalah 133,56 juta orang. Artinya, masih ada sekitar 7,05 juta pengangguran di negara kita yang harus menjadi keprihatinan bersama. Terlebih, sekitar 4 juta di antaranya merupakan generasi milenial, generasi yang digadang-gadang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan Indonesia di masa yang akan datang.
Kabar kurang sedap tersebut juga semakin terasa lengkap dengan dirilisnya laporan Global Competitiveness Report 2019 oleh World Economic Forum (WEF) baru-baru ini. Dalam laporan setebal 666 halaman tersebut, dijelaskan bahwa peringkat daya saing negara kita merosot 5 peringkat dibandingkan dengan tahun lalu.
Ya, pada tahun 2018 yang lalu, Indonesia menempati urutan ke-45. Sementara pada tahun 2019 ini berada di urutan ke-50 dari 141 negara di dunia dalam hal indeks daya saing. Negara kita masih kalah jauh dari negara-negara tetangga, seperti Singapura yang berada di peringkat pertama, Malaysia di peringkat ke-27, dan Thailand yang ada di urutan ke-40.
Meskipun tahun ini mengalami penurunan, sebenarnya dalam lima tahun terakhir ini indeks daya saing negara kita jika dirata-rata cenderung mengalami peningkatan. Hanya saja, kenaikannya cenderung kecil sehingga kalah dari negara-negara lain. Dalam dua tahun terakhir ini, misalnya, secara rata-rata skor daya saing Indonesia hanya naik 1,11 poin. Dengan angka tersebut, Indonesia pun masih tertinggal dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia dengan rata-rata kenaikan 1,36 poin dan Thailand 1,86 poin.
Bahkan kalau tidak segera berbenah, posisi Indonesia pun bisa saja terlampaui oleh Vietnam dan Filipina yang akhir-akhir ini gencar menaikkan daya saingnya. Bagaimana tidak? Dalam tiga tahun terakhir ini, skor daya saing Vietnam naik sebesar 3,0 poin, sedangkan Filipina naik sebesar 2,07 poin. Oleh karena itu, mau tidak mau negara kita pun harus segera mengerahkan segenap tenaga untuk menaikkan daya saingnya.
Lantas, bagaimana sih cara meningkatkan daya saing negara kita? Sebenarnya, ada banyak langkah-langkah yang perlu dilakukan. Namun, salah satu langkah paling krusial yang harus segera dilakukan adalah dengan memacu produktivitas sumber daya manusia (SDM). Pasalnya, jika produktivitas SDM kita meningkat, daya saing pun akan ikut meningkat dengan sendirinya.
Saat ini, berdasarkan laporan dari APO Productivity Databook 2019, tingkat produktivitas tiap pekerja Indonesia itu masih berada di posisi ke-13 dengan level produktivitas sebesar 21%, atau senilai USD 26 ribu. Dengan asumsi kurs dollar terhadap rupiah saat ini Rp14.029, maka tingkat produktivitas tiap pekerja Indonesia hanya berkisar Rp364,7 juta saja.
Posisi dan besaran tersebut, tentu saja masih kalah dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Malaysia berada di peringkat ke-8 dengan level produktivitas sebesar 49%, atau senilai USD 60 ribu. Sementara Singapura menjadi negara dengan tingkat produktivitas tiap pekerja tertinggi di dunia, dengan level produktivitasnya sebesar 115%, atau senilai USD 143.3 ribu.
Melihat persaingan yang semakin kompetitif tersebut, negara kita sudah pasti tak punya pilihan lain, kecuali mendobrak persaingan global yang semakin ketat. Caranya, yaitu dengan meningkatkan produktivitasnya secara nasional. Ya, agar tidak semakin tertinggal dari persaingan global, pemerintah beserta stakeholder terkait pun harus segera menempuh berbagai langkah nyata. Mulai dari pemanfaatan teknologi yang tepat guna, penerapan berbagai inovasi, hingga penciptaan iklim usaha yang lebih kondusif.
Satu hal yang jauh tak kalah penting lagi, yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sebagaimana kita ketahui, maju mundurnya sebuah negara di era Revolusi Industri 4.0 ini memang tak lagi ditentukan oleh sumber daya alam yang dimilikinya. Melainkan, ditentukan oleh kualitas SDM-nya.
Sementara itu kita tahu, bahwa saat ini demografi penduduk Indonesia tengah didominasi oleh mereka yang disebut sebagai generasi milenial. Bahkan menurut data yang dirilis Kemenpppa bersama BPS, dua pertiga dari populasi generasi ini masuk ke dalam angkatan kerja. Maka tak ayal lagi, tinggi rendahnya mutu milenial sangat menentukan seberapa besar level produktivitas tenaga kerja secara nasional.
Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), sejatinya sudah menjadi isu lawas. Paling tidak sejak tahun 1980-an. Hampir setiap pemerintahan yang ada, selalu mengupayakan agar SDM negara kita selalu meningkat dari masa ke masa. Termasuk di era kepemimpinan Presiden Jokowi periode kedua ini.
Pada pidato pertama pasca dilantik sebagai presiden Indonesia periode 2019-2024, Presiden Jokowi bahkan secara tegas menyampaikan bahwa pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama pemerintahannya selama lima tahun ke depan. Dan tak sekadar omong kosong, komitmen pemerintah untuk membangun SDM yang unggul pun langsung dibuktikan dengan berbagai langkah nyata.
Salah satunya, adalah melalui penunjukan Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan. Ya, sebagai salah satu ikon generasi milenial yang sukses bersaing di era global ini, semuanya tentu berharap agar pemerintah melalui Mendikbud dapat mendongkrak mutu milenial melalui jalur pendidikan. Termasuk di dalamnya, adalah dengan melakukan perubahan konten kurikulum yang mampu menghadapi tantangan di era Revolusi Industri 4.0 ini.
Tak bisa dimungkiri, ketimpangan skill antara lulusan sekolah serta perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar kerja yang terjadi saat ini, sangat berdampak pada produktivitas pekerja. Bahkan karena ketimpangan skill ini, banyak sekali lulusan yang tidak terserap ke dunia kerja. Terbukti, angka TPT dari lulusan-lulusan ini berada di atas rata-rata TPT nasional. Perinciannya, TPT pada lulusan SMK sebesar 8,63%, SMA sebesar 6,78%, Diploma sebesar 6,89%, serta lulusan Universitas sebesar 6,24%.
Tak hanya melalui jalur pendidikan, SDM yang unggul juga bisa didongkrak melalui jalur pelatihan kerja. Oleh karena itu, selain dengan memberikan pelatihan berbagai keterampilan melalui Balai Latihan Kerja (BLK) yang tersebar di berbagai daerah, pemerintah juga diharapkan dapat segera merilis program kartu pra-kerja, yaitu program bantuan pelatihan vokasi yang diperuntukkan bagi para pencari kerja, pekerja buruh aktif, dan para pekerja yang terkena putus hubungan kerja (PHK).
Dan tentu saja, keterampilan dan keahlian yang diberikan dalam pelatihan kerja serta pelatihan vokasi tersebut adalah keterampilan dan keahlian yang memang relevan dengan yang dibutuhkan di era Revolusi Industri 4.0. Misalnya saja, digital marketing, web developer, aplikasi developer, dan lain-lain. Melalui program-program tersebut, mereka diharapkan dapat meningkatkan kompetensinya, sehingga akan lebih unggul dan berdaya saing.
Selain jalur pendidikan dan pelatihan kerja, masih ada jalur terakhir yang bisa ditempuh untuk mendongkrak mutu milenial, yaitu melalui pengembangan kompetensi dan karier di tempat kerja. Langkah ini sudah dilakukan oleh banyak pihak. Satu contoh saja, adalah Program Pelatihan Pelatih Tempat Kerja sebagaimana yang digelar oleh Kadin (Kamar Dagang dan Industri) bersama Kementerian Ketenagakerjaan.
Sasaran langsung dari Program Pelatihan Pelatih Tempat Kerja tersebut adalah para trainer. Sehingga melalui program yang digulirkan oleh Kadin Indonesia ini, diharapkan akan tercipta trainer-trainer yang tersertifikat, yang mampu menyulap para milenial yang sedang magang menjadi tenaga kerja yang unggul dan berdaya saing. Jika SDM generasi milenial kita unggul, pada akhirnya produktivitas Indonesia pun akan melesat, sehingga mampu mendobrak persaingan global yang semakin ketat.
***
*Tulisan ini diikutsertakan dalam Kadin Blog Competition dengan tema ‘SDM Unggul, Indonesia Produktif’Referensi data:
- Badan Pusat Statistik. 2019. "Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2019". Jakarta: BPS
- Badan Pusat Statistik. 2019. "Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2019". Jakarta: BPS
- Klaus Schwab. 2019, The Global Competitiveness Report 2019. Genewa: World Economic Forum
- Asian Productivity Organization. 2019. APO Productivity Databook 2019. Tokyo: Keio University Press
- Badan Pusat Statistik. 2018. "Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia". Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Sepakat sekali dengan pembekalan skill di era 4.0 ini kepada para generasi millenial. Karena di zaman tekhnologi ini, mereka yang unggul adalah mereka yang lebih melek dengan teknologi
ReplyDeleteBenar, Mas. Selama ini kan masih sedikit sekali bangku sekolah dan kuliah yang mengajarkan keterampilan abad 21.
DeleteUdah dari setahun terakhir setuju kalau pendidikan dan dunia nyata selalu harus bisa berdampingan agar nggak ada jurang. Semoga sih dengan banyaknya gebrakan kabinet tahun ini juga udah nggak ada lagi narasi lulus mau ngapain namun lulus sudah memiliki misi sebagai salah satunya faktor SDM unggul.
ReplyDeleteKeterampilan yang diajarkan di bangku sekolah dan kuliah masih banyak banget yg belum sesuai pasar kerja, Mbak. Ini yng menyebabkan banyaknya pengangguran terdidik. Andai mereka masuk dunia kerja, produktivitasnya juga masih di bawah rata-rata, karena memng kurnag terampil.
DeleteBenar kang, di era industri 4.0 ini kalo masih minim progam-progam pelatihan terutama yang berhubungan dengan digitalisasi maka Indonesia akan semakin tertinggal. Ya, harapan saya sih tidak melulu orang-orang berpendidikan tinggi yang harus berada di garda terdepan namun dimulai dari diri sendiri saja untuk bisa bermanfaat bagi orang-orang di sekitar kita.
ReplyDeleteSangat disayangkan banget, Mas. Pasalnya, sebentar lagi negara kita memasuki bonus demografi.. Sangat rugi kalau tidak bisa memaksimalkan potensi ini.
DeleteAku cuma mau share pengalaman aja soal pengembangan skill milenial 4.0 ini di dunia perhotelan (kebetulan aku ngajar di salah satu kampus pariwisata). Kurikulum gak harus melulu kaku harus ngajarin subjek berkaitan aja, tapi perlu juga explore beyond utk meningkatkan skill yg lain. Contoh sederhana aja, ada matkul design grafis misalnya utk kebutuhan mereka setelah Lulus.
ReplyDeleteSetuju sekali, Mbak. Sayangnya, itu belum merata dilakukan oleh dunia pendidikan kita. Baru segelintir saja yang menerapkannya.
DeleteWaduh.. dari urutan 45 di tahun 2018, merosot hjadi urutan 50 di tahun 2019 ya, Kang. padahal Singapura bisa posisi 1. Jadi pemerintah harus bergegas nihm agar tidak semakin tertinggal. Dan memang faktor utama SDM harus ditingkatkan agar bisa bersaing, karena merupakan ujung tombak penggerak. Apalagi di era serba digital ini. kemampuan harus terus ditambah dan diasah.
ReplyDeleteUntuk mengungguli Singapura sepertinya memang masih sulit banget. Tapi paling tidak ya sejajarlah dengan Malaysia. Ya kan?
DeletePembekalan skill dan attitude saya rasa penting biar semakin maju. SDM juga harus bener - bener dipersiapkan dengan sebaik2nya,
ReplyDeleteBanget Mbak, kalau tidak punya daya saing, cepet atau lambat ia akan tersisih.
DeleteSmg nanti sdm indonesia makin maju y
ReplyDeleteBiar bs membangun bangsa
Aamiin. Optimis, Mas. Saya sangat menaruh harap pada Mendikbud baru untuk segera melakukan gebrakan.
DeleteYes banget soal pembekalan skill di era 4.0 yang butuh banyak SDM bersaing saat ini. Kalau menurut saya, motivasi dari dalam diri para milenial juga sama pentingnya deh.
ReplyDeleteBetul. Tapi tetap harus didukung oleh lembaga pendidikan dan pelatihan, Mbak.
DeleteWahh penting banget nih, perkembangan teknologi harus di imbangi kualitas SDM pula, jadi semua bisa optimal
ReplyDeleteBenar sekali, Mas. Kalau SDM nya tidak berkualitas, negara kita hanya akan menjadi penonton saja. Sayang sekali, bukan?
DeleteIni yang selalu kusampaikan ke adik adikku yg masih SMU. Kalian nanti bakal punya saingan yg lebih besar Dan sulit dibanding zaman aku masih remaja dulu. Makanya mumpung masih sma. Bekali deh dgn skill lain. Seperti kemampuan bahasa asing. Ya itu persaingannya nanti Kan global
ReplyDeleteSetuju banget.. Perubahan di era ini terasa sangat cepat, jadi siapa saja yang tidak bisa menyesuaikan maka akan tertinggal oleh kemajuan..
DeleteSangat benar jika kini kita dituntut untuk memiliki skill dan pengetahuan yang berbanding lurus agar kita menjadi orang yang berkualitas tentunya.
ReplyDeleteIya, saat ini kalau skill kita tidak sesuai dengan pasar kerja, maka tidak akan tersisih, atau tetap bekerja tetapi tidak produktif.
DeleteAku nggak paham ni mengenai persaingan global dunia, tapi aku sedih setelah tau daya saing Indonesia menurun
ReplyDeletePrihatin ya, Mbak? Semoga negara kita bisa segera memacu produktivitas dengan meningkatkan mutu SDm nya, agar tak tertinggal dari negara-negara lain.
Deletepelatihan kerja untuk freshgraduate
ReplyDeleteboleh juga ajak lokakarya untuk para pemulung
ngasih pelatihan + job untuk mereka
kuharap sih pekerjaan akan merata dan kesejahteraan dirasakan oleh semua orang
Ya, sebenarnya semua masyarakat, baik berpendidikan maupun tidak semua bisa diberi pelatihan tentang skill abad 21, Mbak. Jadi mereka tetap bisa berdaya saing. Semoga saja ada pihak-pihak yang peduli, termasuk kepada para pemulung.
DeleteJujur baru tau program kadin ini mas..
ReplyDeleteBagus yaa buat ndidik para generasi muda menjadi pribadi atau sdm yang bisa diunggulkan dan bersaing di dunia luar..
Btw infografisnya kece bgt.. Sukak
Kadin itu kalau boleh saya katakan sebagai jembatan antara perusahaan dan para pekerja. Selama ini, para lulusan lembaga pendidikan yang akan terjun ke dunia kerja masih banyak yang belum memiliki skill yang dibutuhkan perusahaan. Nahk, Kadin ini salah satu lembaga yang menjembataninya.
DeleteMakasih, Mbak.. Masih belajar juga kok.
Setuju kak, sama tulisannya. Kalau mutu SDM kita ditingkatkan, seharusnya daya saing kita di tingkat global akan naik. Tapi untuk meningkatkan mutu ini memang harus usaha keras dari semua sektor, terutama bagian pendidikan dan pelatihan menurutku.
ReplyDeleteDunia pendidikan harus memulainya, kemudian didukung oleh lembaga-lembaga pelatihan kerja, Mbak. Secara bertahap, mutu SDM kita pasti akan meningkat, dan akhirnya produktivitas dan saya saing pun ikut meningkat.
Deletepantas saja menaang, semakin banyak baca biar nyalip prestasi pak guru wkwkwk
ReplyDeleteAyo semangat, Mbak..
Delete